Makalah Penyebaran Islam di Nusantara serta Prosesnya

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penyebaran Islam di Nusantara, termasuk di pulau Jawa, biasanya digambarkan sebagai penyebaran yang bersifat damai. Dengan kata lain, Islam tersebar di wilayah ini tanpa melalui peperangan sebagaimana yang terjadi di Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa, dan Asia Tengah. Penyebaran yang damai ini dilihat oleh sebagian orang sebagai hal yang positif, karena membantu terbentuknya karakteristik Islam yang cenderung damai dan toleran. Tapi ada juga yang melihatnya sebagai kelemahan. Pola dakwahnya yang cenderung kurang tegas dalam aspek aqidah dianggap telah menyebabkan banyaknya percampuran nilai-nilai lokal yang tidak Islami dengan nilai-nilai dan praktek agama Islam.
Penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya memang dilakukan oleh para pedagang Muslim yang melakukan aktivitas perdagangan hingga ke wilayah ini. Karena mereka bukan merupakan ulama atau dai yang mengkhususkan diri untuk menyebarkan Islam, maka perkembangan Islam di Nusantara pada awalnya juga berlangsung relatif lambat. Walaupun para pedagang dari Timur Tengah telah melalui Selat Melaka sejak sebelum munculnya Islam di Jazirah Arab, Islam tersebar di Nusantara dalam waktu yang relatif lambat. Hal ini disebabkan faktor jarak yang jauh antara pusat pertumbuhan Islam di Jazirah Arab dengan wilayah Nusantara. Sebagaimana Geoffrey Blainey menggambarkan betapa tirani jarak (tyranny of distance) telah membentuk sejarah negerinya, Australia, tirani jarak juga sebetulnya ikut membentuk sejarah perkembangan Islam di Nusantara.
Terlepas dari jarak yang jauh dan lambatnya perkembangan Islam di Nusantara, secara bertahap dan pasti pengaruh agama ini semakin kuat dan meluas di Nusantara. Keberadaan para pedagang Muslim diterima dengan baik oleh para penguasa dan masyarakat kerajaan Hindu-Budha di Nusantara. Sejak abad ke-7 pesisir Sumatera telah memiliki sebuah pemukiman Arab Muslim, dan sebagian dari pedagang ini melakukan pernikahan dengan perempuan-perempuan setempat (Azra, 1994: 29). Seiring dengan semakin berkembangnya komunitas Muslim di wilayah ini, pada gilirannya muncul dan berkembang juga kerajaan Islam di Sumatera.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyebaran Islam Di Nusantara
Sejarah awal penyebaran Islam di sejumlah daerah yang sekarang dikenal sebagai Indonesia sangatlah beragam. Penyebaran Islam di tanah Jawa sebagian besar dilakukan oleh walisongo (sembilan wali). Sedangkan di pulau Sumatera, perkembangan Islam diawali oleh berdirinya kerajaan dan kesultanan Islam. Satu hal yang sangat menarik dari proses Islamisasi di Indonesia adalah adanya perbedaan cara masyarakat nusantara pada masa itu. Sehingga kita kenal pada masa ini dengan proses Islamisasi Jawa, proses Islamisasi Sumatera dan proses Islamisasi Sulawesi.
Sumatera merupakan wilayah pertama di Nusantara yang berinterkasi dengan Islam. Disini, secara sederhana bisa dikatakan berawal dari komunitas masyarakat yang pada akhirnya membuka sebuah wilayah dan mengangkat seorang tokoh berpengaruh untuk kemudian menjadi pemimpin komunitas masyarakat tersebut. Masuknya Agama Islam ke Indonesia dibantu oleh para pedagang asing India (Gujarat), Arab dan Persia pada abad ke-7 dan ke-8. Mereka memperdagangkan emas dan rempah-rempah di Selat Malaka. Sambil menunggu angin musim baik, para pedagang asing tersebut melakukan interaksi dengan penduduk setmepat, selain menjalin hubungan dagang, para pedagang asing membawa ajaran Islam beserta kebudayaannya sehingga semakin lama ajaran dan kebudayaan Islam berpengaruh pada penduduk setempat.
Sumatera mengawali jejak perjalanan Islam di nusantara. Di bagian utara pulau ini pernah berdiri Kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Kerajaan yang pernah berdiri di tanah Aceh itu bahkan pernah dikunjungi Ibnu Batutah, pengembara muslim paling ternama sepanjang sejarah. Menurut data sejarah di Aceh Timur, pada abad ke-9 pernah berdiri Kerajaan Perlak yang kemudian menggambungkan diri dengan pasai.
Kekayaan khazanah Islam Sumatera lalu dilanjutkan dengan berdirinya Kerajaan Malaka (1402-1511) yang didirikan Parameswara, seorang putera Sriwijaya yang menyelamatkan diri dari perebutan Palembang oleh Majapahit. Nama Malaka kemudia menjadi Mahsyur sebagai salah satu pelabuhan penting di dunia.
Masih di bagian Utara Sumatera berdiri Kesultanan Aceh Darusslaam pada tahun 1360 dengn ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Sultan Ali Mughayat Syah dinobatkan sebagai Sultan pertama pada Ahad, 1 Jumadil Awwl 913 H bertepatan pada 8 September 1507. Selain mahsyur dengan sistem pendidikan militer yang baik, komitmennnya dalam menentang imperelisme Eropa, sistem pemerintahan teratur dan sistematik, kesultanan Aceh merupakan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan terutama Islam.
Kesultanan Aceh melahirkan beberapa ulama ternama. Karya-karya mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing misalnya saja Hamzah Fansuri dengan karyanya fi Ma’rifati al-udyan, Syamsuddin al-Sumatrani dengan Miraj al-Muhakikin al Iman, Nuruddin ar-Raniry dnegan Sirat al-Mmustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dengan Mi’raj al Tullab fi Fashil.
Beranjak ke Selatan ada lagi Kerajaaan Dharmasraya atu Kerajaan MelayubJambi yang berdiri sekitar abad ke-11 Masehi. Lokasinya terletak di selatan Sawahlunto, Sumatera Barat sekarang dan di utara Jambi. Terdapat juga Kerajaan Lingga- Riau yang merupakan perpecahan dari Kesultanan Johor. Pada masa kesultanan ini bahasa Malayu menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain dunia, yang kaya dengan memiliki susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan Melayu-Bugis.
Di luar berdiri kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar di banyak tempat di pulau Sumatera seperti di padang (Sumatera Barat), Palembang (Sumatera Selatan), Medan (Sumatera Utara) dan Bengkulu. Perkembangan Islam di daerah Padang bahkan diwarnai dengan masuknya aliran wahabi dan memberi warna khas bagi pergerkan nasional lewat golongan paderi.
Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu. Sisa-sisa budaya Hindu yang masih ada misalnya sistem matrilineal (garis ibu), yang mirip dengan yang terdapat di India hingga sekarang. Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab hambali yang ingin menerpakan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada knflik bersenjata. Karena takut melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai 1833.
Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, pada tahun 1816-1820 dan kemudian meng-islamkan Tanah Batak Selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam. Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Tanah Batak, selain agama asli Batak yaitu Parmalim, seperti hampir di seluruh wilayah Nusantara, agama yang berkembang di Sumater Uatara adalah Agama Hindu dan Buddha. Sedangkan di Sumatera barat pada abad ke-14 berkembang aliran Tantra าชaivite (Shaivite) Mahayan dari agama Buddha, dan hingga tahun 1581 Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau masih beragam Hindu.
Agama Islam yang masuk ke Mandiling dinamakan oleh penduduk setempat sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam, menyingkir ke Utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri sampai Malaya. Berbicara soal proses Islami di Pulau Jawa, proses Islamisasi ini tak terlepas dari pembahasan dan perjuangan dakwah wali songo. Proses Islamisasi diperkirakan sudah masuk apada abad ke-XI, yaitu pada masa kekuasaan kerajaan Airlangga. Pertumbuhan masyarakat Islam di sekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan, ert pula hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan politik. Proses Islamisasi di Jawa sendiri mencapai bentuk kekuasaan politik ketika munculnya Demak sebagai kerajaan Islam yang menguasai Pulau Jawa. Dari titik sinilah pengaruh Islam sangat dapat telrihat dan nyata di daerah pesisir maupun pedalaman Pulau Jawa. Tidak sedikit penduduk memeluk agama Islam setelah terjadi pengalihan kekuasaan Hindu ke tangan kekuasaan Islam.
Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, dan berdirinya kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu kerajaan Demak, Islam semakin kuat meluaskan pengaruhnya di Pulau Jawa. Pendidikan Islam semakin maju. Di Bintoro (1467) dibentuk organisasi Bayankare untuk mempergiat uasaha pendidikan dan pengajaran Islam. Adanya kebijakann raja Islam, seperti kebijakan kebudayaan yang berdasarkan Indonesia asli dan Hindu yang disesuaikan dengan kebuadayaan Islam seperti Grebeg Poso dan Grebeg Mulud.Situasi politik di keraajan-kerajaan Hindu mengalami kekacauan dan kelemahan akibat perebutan kekuasaan, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan yang menginginkan kekuasaan tersebut. Oleh karena itu perkembangan Islam dapat menggeser pengaruh Hindu di Pulau Jawa. Proses ini dipercepat oleh kelemahan-kelemahan yang dialami kerajaan Majapahit. Selain itu adanya perebuatan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja hindu turut mempercepat tumbuhnya pengaruh Islam di Jawa.
Ketika Majapahit berkuasa, Islam telah ada dan berasimilasi dengan masyarakat Hindu pada saat itu. Sehingga dalam proses tebentuknya islam di Jawa tidak dengan muntlak langsung menjadi kekuasaan yang besar. Karena jauh sebelum islam kuat, di Jawa sendiri sudah ada masyarakat islam, terutama di Jawa Timur. Laksono (1985 : 18), menduga bahwa ada proses berpikir orang Jawa yang bertentangan dengan proses berpikir sistem kasta, sehingga sistem itu tidak bisa tumbuh di Jawa. Hal ini sebagai akibat kebiasaan orang Jawa menyaring unsur budaya asing yang masuk. Hal ini sangat berbeda dengan kedatangan islam, islam oleh masyarakat Jawa mudah diterima karena di dalam islam tidak ada istilah system kasta. Di sisi lain, penyebaran islam dilakukan secara damai, maksudnya islam tidakmemaksakan masyarakat untukmemelukislam. Kepemimpinan dengan cara demokrasi yaitu mengambil keputusan dengan musyawarah mufakat, secara aktif memberi saran dan petunjuk kepada anak buahnya. (Soekanto, 2000 : 297). Hal inilah yang dilakukan oleh para pembesar islam dalam menjalankan politik pemerintahannya.Menurut orang Jawa sikap tunduk yang benar pada seorang raja bukan karena kalah perang atau takut, melainkan merupakan tanggapan terhadap keadilan dan kebiasaan seorang raja. Hasan Shadily (1993 : 90), mengatakan bahwa islam tidak mengenal hierarki atau kasta, dan di dalam ajaran islam itu sendiri tidak ada yang namanya sistem kasta. Di dalam system pemerintahan Islam pada waktu itu hanya terdapat yang namanya kedudukan dan peranan.
Kasta sebagai golongan terbentuk karena adnya perbedaan kedudukan. Kasta ini bersifat tertutup bagi masyarakat dalam mobilitas social. Hal semacam inilah yang menimbulkan kesenjangan social di antara masing-masing kasta. Di samping itu para pembesar islam di Jawa menerapkan ajaran-ajaran islam sebagaimana yang telah diajarkan oleh Muhammad. Seperti yang telah dikatakan oleh Hasan Shadily, demokrasi mengejar persamaan hak terhadap hukum, persamaan dalam politik, dan ekonomi yang bukan berkehendak untuk melenyapkan sifat manusia. Kedatangan islam dan cara penyebaran kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya adalah dengan cara damai, melalui perkawinan, perdagangan, dakwah, pendidikan dan kesenian oleh para pemuka-pemuka pada masa itu.
Di bidang politik misalnya pengarauh kekuasan seorang raja besar peranaannya dalam proses Islamisasi. Menyebarakan Islam selain untuk perluasan wilayah kerajaan. Di bidang keseniaan, dengan mengadakan seni pertunjukan gamelan, wayang sebagai alat dakwah keagamaan. Misalnya melalui cerita wayang , par ulama islam menyisipkan ajaran agama islam. Kondisi inilah yang menyebabkan Islam tumbuh dan berkembang pesat di Jawa, sehingga pengaruh Islam begitu mudahnya masuk ke masyarakat, baik masyarakat pesisir maupun masyarakat pedalaman.
B.     Peta Penyebaran Islam



C.    Beberapa Teori Proses Islamisasi Di Nusantara

1.      Teori Gujarat
a.       Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
b.      Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
c.       Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
d.      Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam. Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.
2.      Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a.       Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b.      Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c.       Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

3.      Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a.         Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b.         Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c.         Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.
d.        Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e.         Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan Ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1.             Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2.             Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3.             Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4.             Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5.             Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6.             Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7.             Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8.             Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9.             Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya memang dilakukan oleh para pedagang Muslim yang melakukan aktivitas perdagangan hingga ke wilayah ini. Karena mereka bukan merupakan ulama atau dai yang mengkhususkan diri untuk menyebarkan Islam, maka perkembangan Islam di Nusantara pada awalnya juga berlangsung relatif lambat. Walaupun para pedagang dari Timur Tengah telah melalui Selat Melaka sejak sebelum munculnya Islam di Jazirah Arab, Islam tersebar di Nusantara dalam waktu yang relatif lambat. Hal ini disebabkan faktor jarak yang jauh antara pusat pertumbuhan Islam di Jazirah Arab dengan wilayah Nusantara.
Sumatera merupakan wilayah pertama di Nusantara yang berinterkasi dengan Islam. Disini, secara sederhana bisa dikatakan berawal dari komunitas masyarakat yang pada akhirnya membuka sebuah wilayah dan mengangkat seorang tokoh berpengaruh untuk kemudian menjadi pemimpin komunitas masyarakat tersebut. Masuknya Agama Islam ke Indonesia dibantu oleh para pedagang asing India (Gujarat), Arab dan Persia pada abad ke-7 dan ke-8. Mereka memperdagangkan emas dan rempah-rempah di Selat Malaka. Sambil menunggu angin musim baik, para pedagang asing tersebut melakukan interaksi dengan penduduk setmepat, selain menjalin hubungan dagang, para pedagang asing membawa ajaran Islam beserta kebudayaannya sehingga semakin lama ajaran dan kebudayaan Islam berpengaruh pada penduduk setempat.
Sumatera mengawali jejak perjalanan Islam di nusantara. Di bagian utara pulau ini pernah berdiri Kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M.